#menuq{ font-family: Verdana; padding:10px;} .menuq a { color:yellow; border:1px #EDEEF0 solid; padding:5px; text-decoration:none;} .menuq a:hover {color:red; border:1px #000000 solid; text-decoration:none;} .menul .widget { border-bottom-width: 0;}
Foto saya
Alumni PS_SPL-IPB (Akt.III), Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Alumni STIE Sumatera Barat

Welfare for All

Blog ini memuat tulisan tentang :
Sosek masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman


Kamis, 16 September 2010

GEMPA DAN TSUNAMI ; Suatu Tinjauan Al Quran dan Teori


Oleh. H. Syaiful Azman, SE, M.Si

Dalam tulisan ini penulis mencoba menjelaskan gempa dan tsunami di tinjau dari aspek Al Quran dan Teori, dengan merujuk kepada pendekatan sifat, sehingganya akan melahirkan pola kecenderungan perubahan sikap manusia dalam menghadapi musibah.

Kalau kita telusuri kata gempa dengan menggunakan software Al Quran Digital, maka kata gempa secara tegas dinyatakan sebanyak 4 (empat) kali, yakni pada Surat Al A’raaf (ayat; 78, 91 dan 155) dan Surat Al ‘Ankabut ayat 37. Dalam Surat Al An’aam ayat 65 kalimat gempa hanya ditemukan dalam penjelasan. Selanjutnya kalau lebih dikembangkan lagi dengan kalimat “Bumi digoncangkan” (identik dengan gempa), maka akan ditemukan tersebut sebanyak 4 (empat) kali juga, yakni pada Surat Ar Ra’d ayat 31, Al Waaqi’ah ayat 4, Surat Al Fajr ayat 21 dan Surat Al Zalzalah ayat 1.

AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA : Daratan dan Lautan


Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si

Kita tentu masih ingat pelajaran yang diajarkan oleh guru kita semasa menduduki bangku pelajaran, baik disekolah dasar, maupun di sekolah menengah, yakni pelajaran geografi, dimana selalu disampaikan oleh guru kita bahwasanya 2/3 bumi kita digenangi oleh air (lautan) sedangkan sisinya 1/3 adalah daratan. Ternyata kalau kita sigi secara detail dalam Alquran maka perbandingan ayat yang berbicara lautan dan daratan persis sama.

Dalam Al-Quran, kata al-barr dengan arti "darat" disebut 12 kali, sedangkan kata al-bahr (laut) - baik mufrad, mutsanna, dan jamaknya - disebut 40 kali. Perbandingan tersebut sama dengan perbandingan antara daratan dan lautan di planet bumi ini, Kata-kata tersebut disebut pada ayat- ayat berikut :

Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Bahari Dalam Rangka Meningkatkan Keragaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Pariaman


RINGKASAN

Syaiful Azman, 2001, Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata    Bahari Dalam Rangka Meningkatkan Keragaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Di bawah bimbingan : Tridoyo Kusumastanto (Ketua) dan Gatot Yulianto (Anggota).

Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan daerah, serta Undang-Undang Nomor 49 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Mentawai hal ini sangat mempengaruhi kondisi keuangan daerah Kabupaten Padang Pariaman. Untuk meningkatkan penerimaan keuangan daerah, salah satu sektor yang memliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor pariwisata, terutama  sub sektor pariwisata bahari.

Selasa, 14 September 2010

Memutus Rantai Kemiskinan Nelayan Melalui Program Bebas Perahu Layar dan Rumponisasi

 Oleh: H. Syaiful Azman, SE, M.Si

Tingkat kesejahteraan yang rendah pada masyarakat nelayan kecil tercermin dari rendahnya pendapatan dan lemahnya “posisi tawar” pada hampir setiap transaksi kehidupan ekonominya, belum lagi tingginya risiko harus ditanggung, serta  mahalnya investasi yang harus dikeluarkan menyebabkan nelayan kecil sulit untuk maju.

Gubernur Baru : Akankah Nasib Nelayan Berubah ??

Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si
Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman

Gubernur dan Wakil Gubernur
SUMBAR  Periode 2010-2015
Pelantikan  Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat telah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI pada tanggal 15 Agustus yang lalu.  IRWAN-MK merupakan akronim pasangan ini pada waktu Pilkada yang lalu, dengan membawa Slogan “Perubahan untuk Sumbar Lebih Baik”. Kita berharap slogan ini  bisa diwujudkan, jangan seperti nan taralah (seperti kebanyakan) usai Pilkada slogan tinggal hanya slogan, padahal slogan itu adalah janji, dan janji tersebut harus ditepati.

Penulis sengaja menulis tulisan ini bukan untuk menagih janji, sebab tidaklah tepat karena umur duet IRWAN-MK ini baru berbilang hari, tetapi tidak ada salahnya diantara kita untuk saliang manganaan (saling mengingatkan). Mudahan-mudahan dengan adanya saling mengingatkan, maka janji politik tidak ada yang terlewatkan.

Saya teringat pasca pasangan IRWAN-MK mendaftar di KPU, seminggu berikutnya diadakan acara temu tokoh di GOR Adzkia, yang dihadiri lebih seribuan orang, penulis termasuk yang mendapat kesempatan untuk berdialog dengan pasangan ini, dalam dialog tersebut penulis menyampaikan beberapa pertanyaan, diantaranya :

Pertama; pada pemerintahan sebelumnya telah dilaksanakan berbagai program untuk mengentaskan kemiskinan nelayan, seperti tuntas perahu layar (bantuan long-tail), penyediaan alat penangkapan (jaring, rewai dasar) dan rumpon, tetapi program ini belum membawa perubahan yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan nelayan, salah satu penyebabnya adalah kebijakan ditingkat daerah tidak bersinergi dengan kebijakan secara nasional, dimana pada waktu bersamaan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan, pertanyaanya seandainya pasangan IRWAN-MK terpilih nanti, bagaimana menyikapi kondisi yang demikian???

Kedua ; Pelabuhan Perikanan Samudara (PPS) Bungus merupakan satu diantara 5 (lima) PPS yang ada di Indonesia sampai saat ini belum termanfaatkan sebagaimana yang diharapkan, walaupun sudah 2 (dua) kali terjadi pergantian Gubernur, bahkan Prof.Dr.Ir.Rokhmin Dahuri, M.Sc kala itu menjabat sebagi Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan prediket PPS Bungus sebagai pelabuhan perikanan terbersih di dunia, karena saking bersihnya pelabuhan tersebut sampai tidak tercium aroma amis (sama dengan sindirin, karena tidak ada aktifitas sebagaimana layaknya pelabuhan),  pertanyaanya seandainya pasangan IRWAN-MK terpilih nanti, revitalisasi seperti apa yang akan dilakukukan sehingga PPS Bungus dapat berfungsi sebagaimana mestinya????

Ketiga ; kita menyadari dari hampir 90% nelayan Sumatera Barat adalah nelayan tradisionil, dan nelayan tradiosionil ini identik dengan kemiskinan.  Kemiskinan nelayan sangatlah berbeda bila dibandingkan dengan kemiskinan petani, karena nelayan dalam berusaha dibatasi oleh berbagai faktor, seperti faktor alam, faktor sarana dan prasarana yang dimiliki dan faktor skill, serta fishing ground yang sangat dinamis. Melihat begitu kompleksnya permasalahan kemiskinan nelayan ini, maka pertanyaanya : seandainya pasangan IRWAN-MK terpilih nanti strategi apa yang akan dilakukan untuk memutus rantai kemiskinan nelayan??

Pertanyaan yang penulis sampaikan ini hampir berlaku umum pada seluruh kawasan pesisir di Indonesia, tetapi dalam penanganannya sangat tergantung kepada situasi dan kondisi daerah dan yang lebih penting lagi kepiawaian dari pengambil kebijakan di daerah yang bersangkutan.

Dari pertanyaan yang penulis sampaikan, jawaban dari  pasangan IRWAN-MK ketika itu masih bersifat umum, penulis bisa memaklumi karena pada waktu itu acara hanya bersifat dialog dengan para tokoh, tidak disetting untuk bedah visi tentang kelautan dan perikanan. Namun demikian dari dari jawaban yang disampaikan ada secercah harapan untuk perbaikan kehidupan nelayan, Insya Allah jawaban tersebut bukanlah sebuah retorika.

Dari jawaban tersebut ada beberapa point yang menjadi catatan penulis, pertama ; dari 5 (lima) pasangan yang ada, maka pasangan IRWAN-MK satunya pasangan yang sama-sama berasal wilayah pesisir (Kota Padang dan Padang Pariaman),  kedua ; Muslim Kasim telah 2 (dua) periode menjadi Bupati di wilayah pesisir, dan program-program bidang kelautan dan perikanan yang telah dilaksanakan selama periode tersebut telah mengantarkan beliau penerima anugrah Adibhakti Mina Bahari Bidang Pesisir (nomor 2 nasional) untuk Kategori pejabat pembina.

Berdasarkan pertanyaan yang penulis sampaikan serta jawaban diberikan pasangan IRWAN-MK tersebut, maka keesokan harinya melalui berbagai media lokal terdapat sebuah pariwara khusus yang berjudul “Pasangan IRWAN-MK yang mengerti tentang kelautan dan perikanan”. Sehingga ada yang berciloteh bahwasanya akronim IP-MK = Inilah Pasangan yang Mengerti Kelautan.

Kilas balik ini sengaja penulis paparkan (maaf bukan cari muka), tetapi tidak lebih dari untuk saliang manganaan. Kita menyadari bahwasanya selama ini paradigma pembangunan bidang kelautan dan perikanan ini baru sebatas retorika belaka, lihat saja pada beberapa kesempatan banyak kepala daerah mengekspos potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh wilayahnya masing-masing, tetapi sedikit sekali yang mampu menjelaskan kebijakan akan dilakukan untuk pemanfaatan potensi yang dimiliki tersebut. Pembiayaan bidang kelautan dan perikanan hanya bertumpu kepada dana dari instasi vertikal, sedikit sekali yang bersumber dari APBD.

Sekarang bukan eranya lagi kita berbicara potensi, karena dalam era globalisasi orang lain lebih mengetahui potensi yang kita miliki dari pada kita sendiri, sebagai contoh kenapa nelayan Sibolga menangkap ikan di perairan laut Sumatera Barat??, jawabannya karena mengetahui potensi perikanan tangkap cukup besar di daerah kita, data dan informasi ini mereka dapatkan tentu  melalui sentuhan tehknologi.

Kembali kepada berbagai pertanyaan tadi, selaku praktisi di bidang kelautan dan perikanan penulis menyarankan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih sebagai berikut :

Pertama ; untuk membangun bidang kelauatan dan perikanan harus di mulai dari data dan informasi yang jelas, sebab kesalahan dalam data dan informasi akan menyebabkan kesalahan dalam perencanaan. Contoh data yang digunakan selama ini banyak versi, tergantung kepada untuk apa data itu digunakan, dan hasilnya seperti yang kita.

Kedua ; setiap permasalahan terlebih dahulu harus diidentifikasi untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya. Dalam proses perencanaan selama ini, Musrenbang hanya dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi bahwasanya perencanaan telah dilaksanakan berdasarkan bottom- up , tetapi prakteknya top-down yang lebih berorientasi kepada proyek. Kondisi ini tentu akan melemahkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Ketiga ; pembangunan kelautan Sumatera Barat jangan hanya bersifat lokal, artinya mainset bupati/walikota harus diformat, jangan hanya sekedar memikirkan daerahnya saja tetapi harus bersifat regional. Contoh  untuk mendukung produksi perikanan tangkap Sumatera Barat, khususnya komoditi ikan tuna harus didukung tersedianya umpan (ikan bandeng), tetapi banyak daerah hanya disibukan dengan budidaya Ikan Nila, Ikan Lele Patin dan ikan sejenisnya sehingganya untuk pengembangan Ikan Tuna selalu dihadapkan kepada permasalahan klasik, yakni tidak tersedianya umpan.

Keempat ; program bantuan lepas yang selama ini diberikan kepada nelayan selama ini menyalahi kaidah yang ada, dimana bantuan yang telah diberikan seharusnya dilakukan monev, tetapi dilepas begitu saja sesuai dengan namanya. Kedepan perlu dilakukan perubahan paradigma dalam memberikan bantuan, yakni jangan beri ikan, jangan beri pancing, tetapi ajarkan mereka cara membuat pancing. Artinya SDM/skill nelayan harus lebih ditingkatkan.

Kelima; lakukan berbagai kajian untuk merumuskan model pemberdayaan ekonomi nelayan yang pas untuk masing-masing kabupaten/kota, sebab selama ini program program yang dibuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan lebih kearah pemerataan, tidak melihat kondisi dan potensi daerah.

Keenam; yang tidak kalah pentingnya adalah dalam pengisian jabatan struktural dan jabatan fungsional pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Barat tempatkanlah staf yang ahli pada bidangnya (hindari sikap like and dislike) serta mempunyai komitmen dan etika untuk memajukan bidang kelautan dan perikanan secara regional dan nasional. 

Penulis merasa berkepentingan untuk menyampaikan saran ini, sebab seluruh Kepala Daerah di Sumatera Barat telah menandatangani nota kesepakatan bersama Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mendukung peningkatan produksi perikanan secara nasional, yakni sebesar 353%, MoU ini mempunyai konsekuensi pada salah satu poinnya, yakni bagi daerah yang tidak bisa merealisasikan target yang telah ditetapkan, maka akan berimbas kepada kucuran dana yang bersumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kita menyadari bahwa selama ini dana untuk pembangunan bidang kelautan dan perikanan lebih banyak bersumber dari  KKP.

Apa yang penulis paparkan ini tentunya bukan hanya menjadi tanggung jawab gubernur dan wakil gubernur saja, tetapi kalau kalau kita ingin mewujudkan perubahan nasib nelayan kearah yang lebih baik , mari seluruh stake holders saling bahu membahu membangun bidang kelautan dan perikanan ini. Permasalahan kemiskinan nelayan tidak akan mampu diselesaikan oleh SKPD terkait, tetapi harus bersinergi dengan lintas SKPD serta pemangku kepentingan lainnya. Insya Allah.

Mari kelola laut, dan sejahterakan nelayan

Selasa, 23 Februari 2010

Konsep Penanganan Kemiskinan Nelayan


Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si

Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multidimensi dan ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagat salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.

“QUO VADIS” Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan dan Pengentasan Kemiskinan Nelayan ?


Oleh : H. Syaiful Azman,SE, M.Si

Dari beberapa kali rakor kepala daerah yang digagas oleh Gubernur Sumatera Barat, tema yang dibahas masih seputar isu kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan yang krusial dalam pembangunan daerah ini. Suatu pembangunan tidak akan berarti apa-apa kalau masyarakatnya masih berada dalam belenggu kemiskinan.

Pada rakor dimaksud, secara implisit penekanan masalah kemiskinan lebih difokuskan kepada kemiskinan nelayan. Penulis sangat sependapat kalau pengentasan kemiskinan tersebut dimulai dari wilayah pesisir, karena ada beberapa alasan utama sebagai berikut :

Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Jangan Hanya Retorika !!!, (Kasus KOTA PARIAMAN)


Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si

Suatu kenyataan yang sebenarnya telah kita pahami bersama, jika sumberdaya pesisir dan lautan memiliki arti penting bagi pembangunan daerah Kota Pariaman, baik dilihat dari aspek ekonomi, aspek ekologis, aspek dan aspek politis, serta aspek pendidikan dan pelatihan. Salah satu contoh dari aspek ekonomi diwilayah perairan laut adalah potensi perikanan tangkap. Sedangkan di kawasan pesisir, selain kaya akan bahan-bahan tambang dan mineral juga berpotensi bagi pengembangan aktivitas industri, pariwisata, pertanian, permukiman, dan lain sebagainya.

Permasalahan Penetapan Indikator Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi wilayah


Oleh : Syaiful Azman, SE. M.Si

Pendahuluan

Pembangunan ekonomi sering diartikan sebagai suatu upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf kehidupan masyarakat. Dalam pembangunan ekonomi terdapat masalah yang kompleks, kerena banyaknya faktor yang berpengaruh di dalamnya, sehingga sampai saat sekarang dalam pembangunan ekonomi belum ada kesepakatan dari ahli ekonomi mengenai pola analisis tertentu dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Hal ini bukan berarti pola analisis pembangunan ekonomi tidak dapat ditentukan sama sekali.

Pada hakekatnya pembahasan-pembahasan dalam ekonomi pembangunan, secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua kategori, yaitu yang bersifat deskriptif dan analisis, keduanya ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang berbagai sifat perekonomian dan masyarakat pada suatu negara.

Pendekatan Perencanaan Pengembangan Kota Pariaman


Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si

1. Pendahuluan.

Terdapat tiga alasan penting mengapa diperlukan pendekatan perencanaan dalam pengembangan Kota Pariaman. Pertama, adalah sebagai Kota baru harus meletakan kerangka dasar yang jelas mau dibawa kemana arah pembangunan Kota Pariaman kedepan; Kedua, adalah mempercepat proses pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sebaliknya bukan menambah beban masyarakat; Ketiga adalah terciptanya good governance yang hakiki sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Dalam merumuskan konsep perencanaan dan pengembangan Kota Pariaman perlu dipahami terdahulu beberapa prinsip dasar dalam perencanaan, kemudian baru dapat disusun suatu starategi pendekatan yang akan digunakan berdasarkan karakteristik dan potensi yang dimiliki.

Peranan Lembaga Adat Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Di Desa Katurai (Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai)


Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si

ABSTRAK

Terkendalanya berbagai pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah Indonesia, pada umumnya disebabkan berbagai aspek non tekhnis, dimana perencanaan yang telah disusun sering mengabaikan aspek sosial dan budaya. Kondisi ini terjadi karena perencanaan pembangunan yang dilaksanakan lebih cenderung kearah kearah Top Down Planning, sehingga terjadi disintegrasi dalam masyarakat, ketidaksiapan budaya lokal dalam menerima intervensi yang akhirnya memunculkan konflik antara masyarakat dengan pelaksana pembangunan (kontraktor) dan pemerintah.

Dengan bercermin kepada berbagai permasalahan ini, maka untuk pembangunan yang akan dilaksanakan pada masa mendatang khususnya terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir harus memasukan berbagai aspek sosial dan budaya dalam perencanaan. Apabila dalam era reformasi seperti sekarang ini, faktor-faktor tersebut masih tetap diabaikan, maka konflik tersebut akan semakin terbuka.