#menuq{ font-family: Verdana; padding:10px;} .menuq a { color:yellow; border:1px #EDEEF0 solid; padding:5px; text-decoration:none;} .menuq a:hover {color:red; border:1px #000000 solid; text-decoration:none;} .menul .widget { border-bottom-width: 0;}
Foto saya
Alumni PS_SPL-IPB (Akt.III), Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Alumni STIE Sumatera Barat

Welfare for All

Blog ini memuat tulisan tentang :
Sosek masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman


Selasa, 23 Februari 2010

Permasalahan Penetapan Indikator Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi wilayah


Oleh : Syaiful Azman, SE. M.Si

Pendahuluan

Pembangunan ekonomi sering diartikan sebagai suatu upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf kehidupan masyarakat. Dalam pembangunan ekonomi terdapat masalah yang kompleks, kerena banyaknya faktor yang berpengaruh di dalamnya, sehingga sampai saat sekarang dalam pembangunan ekonomi belum ada kesepakatan dari ahli ekonomi mengenai pola analisis tertentu dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Hal ini bukan berarti pola analisis pembangunan ekonomi tidak dapat ditentukan sama sekali.

Pada hakekatnya pembahasan-pembahasan dalam ekonomi pembangunan, secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua kategori, yaitu yang bersifat deskriptif dan analisis, keduanya ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang berbagai sifat perekonomian dan masyarakat pada suatu negara.
Implikasi dari kedua analisis tersebut adalah bagaimana suatu kebijakan pembangunan dapat dilaksanakan dalam usaha mempercepat proses pembangunan ekonomi kearah yang lebih baik. Disamping itu, dari kebijakan yang dihasilkan akan berdampak positifnya dari negara-negara maju dalam hal mempercepat pembangunan ekonomi dan medapatkan dukungan dalam ideologi, serta mempererat hubungan politik dan ekonomi antara negara maju dengan negara-negara berkembang.

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi masing-masing negara menggunkan berbagai indikator atau metoda yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini sangat tergantung kepada modal dasar yang dimiliki oleh negara bersangkutan. Dalam tulisan ini penulis membatasi ruang lingkup penulisan, dimana akan lebih menekankan kepada pelaksanaan pembangunan ekonomi di Negara Indonesia berdasar teori teori yang telah dikemukan oleh pakar-pakar ekonomi.

Kritikan Terhadap Indikator-indikator yang Digunakan

Pada intinya, indikator pembangunan yang di pakai pada berbagai negara berkembang relatif sama. Dalam penerapan indikator tersebut, yang ditonjolkan lebih bersifat kuantitatif, sedangkan yang bersifat kualitatif nyaris terabaikan. Terabaikannya faktor-faktor kualitatif ini, maka sering ditemui dibeberapa negara yang laju pertumbuhan ekonominya tinggi, tetapi masih banyak rakyatnya yang hidup dibawah garis kemiskinan, sumberdaya alamnya terancam degradasi, selanjutnya akan membawa permasalahaan baru, dimana permasalahan ekonomi akan menjurus kepermasalahan politik.

Dalam hal ini penulis tidak akan menguraikan kelemahan dari masing-masing indikator tersebut, tetapi hanya akan menguraikan beberapa aspek yang terlupakan dalam penggunaan indikator tersebut.

Indikator Pembangunan Ekonomi

Pada dasarnya indikator pembangunan ekonomi yang digunakan di Indonesia relatif baik, tetapi masih ditemui beberapa kekurang, baik dari segi indikatornya sendiri maupun dari segi pelaksanaannya. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut :

1. Pendapatan Per Kapita.

Secara lebih khusus, nilai pendapatan perkapita sebagai indeks untuk menunjukan perbandingan tingkat kesejahteraan dan jurang tingkat kesejahteraan antar masyarakat. Indikator pendapatan per kapita ini mempunyai dua jenis kelemahan, Pertama, kelemahaan yang bersumber dari kenyataan, bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat tidak hanya tergantung pada pendapatan, tetapi juga pada faktor-faktor lain. Kedua, kelemahan yang bersumber dari ketidaksempurnaan pada perhitungan pendapatan nasional.

Kelemahan pertama :
Sebenarnya bersumber dari adanya pendapat bahwa banyak faktor-faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. faktor-faktor tersebut berupa faktor non ekonomi yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti pengaruh adat istiadat dalam kehidupan masyarakat, kebebasan berpendapat dan berusaha, keadaan alam dan lingkungan sekitarnya hubungan antar anggota masyarakat dll.

Pendapat lain yang tidak mendukung penggunaan pendapatan per kapita sebagai indikator penentu tingkat kesejahteraan, adalah pendapat yang mengatakan bahwa kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang sangat subjektif. Artinya tiap orang mempunyai pandangan hidup, tujuan hidup dan cara-cara hidup yang berbeda, dan dengan demikian memberikan nilai-nilai prioritas yang berbeda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahtreaan. Segolongan orang tertentu mungkin lebih menekankan kekayaan materi dan pendapatan yang tertinggi sebagai penentu kesejahteraan, tetapi segolongan yang lain lebih menekankan pada kenyamanan hidup (leisure) dan menolak bekerja lebih keras lagi untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.

Disamping itu pembangunan ekonomi akan merubah adat istiadat dan kebisaan masyarakat, seperti masyarkat lebih individualis, hubungan antara anggota masyarakat merenggang, nilai-nilai adat, etika agak terkesampingkan, yang semuanya ini akan memebawa kerugian bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi di satu sisi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi disisi lain akan merugikan. Dengan demikian, meningkatnya kesejahteraan akan disertai pengorbanaan dan usaha yang lebih banyak dari masyarakat. dalam bentuk yang lebih khusus lagi, penggunaan pendapatan perkapita untuk menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat dianggap mengabaikan adanya perbedaan dalam hal komposisi umur penduduk, distribusi pendapatan masyarakat, pola pengeluaran masyarakat, komposisi pendapatan nasional dan tingkat pengangguran di berbagai negara.

Kelemahan kedua.

Merupakan kelemahan yang paling mendasar dalam perhitungan pendapatan perkapita sebagai pembanding tingkat kesejahteraan pada berbagai negara. Perbedaaan tingkat pendapatan perkapita antara negara yang sedang berkembang dan maju mencerminkan perbedaan tingkat kesejahteraan antara kedua golongan negara tersebut. Tetapi perbedaan tingkat kesejahteraan yang sebenarnya terjadi antar kedua golongan tidaklah sebesar yang terlihat dalam nilai pendapatan per kapita

Masalah lain yang menyebabkan kesalahan penaksiran pendapatan nasional timbul dari adanya kesulitan menentukan nilai tukar antara mata uang lokal dan mata uang asing internasional. Cara ini mengandung beberapa kelemahan, sebagai berikut :

1.pada umumnya nilai tukar resmi tidak mencerminkan perbandingan harga yang sebenarnya. Prinsip yang harus diikuti dalam menentukan dari nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain, adalah mengusahakan agar nilai tukar yang ditentukan dapat menyamakan harga barang diantara negara-negara tersebut.2. Bersumber dari adanya beberapa nilai tukar resmi (exchange rates), Negara yang memakai sistem ini mempunyai beberapa nilai tukar dengan mata uang asing. Nilai tukar untuk setiap transaksi berbeda, tergantung pada jenis transaksi yang yang dibuat.

2. Pemerataan dan Kemiskinan

Pemerataan dan kemiskinan tidak dapat dipisahkan, dan kalau dibaratkan keduanya diibarat dua sisi mata uang. Apabila dalam suatu negara pemerataan tersebut betul-betul tersebar secara merata mustahil kemiskinan akan terjadi, dan sebaliknya kemiskinan akan terjadi apabila tidak terdapat pemerataan dalam pembangunan ekonomi, seperti distribusi pendapatan serta hasil-hasil pembangunan.

Dari berbagai indikator pembangunan ekonomi untuk melihat pemerataan dan kemiskinan ini hanya bersifat kuantitatif, tetapi aspek kualitatifnya seperti masalah sosial sering terabaikan, dan hal inilah yang sering membuat pembangunan terkendala. Berikut ini penulis akan mencoba mengkritisi indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia.

Pemerataan

Salah satu tujuan abadi dari perekonomian moderen adalah peningkatan pemerataan, baik dalam kesempatan pendidikan maupun hak-hak politis. Tujuan lain yang agak kontraversial adalah memperkecil ketidakseimbangan dalam pendapatan. Kondisi ini menyebabkan timbulnya suatu pertanyaan, yaitu layakkah suatu negara meratakan pendapatan melalui pemajakan yang progresif ?, ataukah dibiarkan saja mereka menikmati hasil keringatnya walaupun pendapatannya itu berlipat kali lebih tinggi dari tetangganya.

Dalam ilmu ekonomi normatif tidak ada jawaban yang tepat bagi pertanyaan-pertanyaan di atas. Sebelum dapat memilih dengan baik, perlu diteliti dahulu fakta-faktanya. Apa yang menjadi sumber kemiskinan dan kekayaan ? apakah sumber itu berakar dari kerajinan seseorang, ataukah nasib baiknya berasal dari warisan kekayaan ?. Persepsi orang tentang sumber ketidak-seimbangan seringkali menjadi dasar sikap politis dalam usaha penanggulangan ketidak–seimbangan.

Sebenarnya terjadinya perbedaan kemampuan dan pendapatan dalam suatu masyarakat, terutama sekali disebabkan oleh sifat fisik, mental dan temperamental. Ciri-ciri yang demikian mungkin karena faktor keturunan, mungkin saja karena lingkungan sosial ekonomi sebagaimana yang dapat dibuktikan secara ilmiah.

Dari gambaran diatas, sebenarnya untuk menjadikan pemerataan sebagai indikator pembangunan sangat terlalu riskan, karena banyak nilai-nilai normatif yang harus diperhitungkan, sedangkan untuk memasukan nilai tersebut cukup sulit karena tidak tersediannya data yang konkrit.

Walaupun demikian, untuk menjelaskan pemerataan distribusi pendapatan agar ada pemisahan antara pendapatan yang diterima sebagai hasil kerja dan pendapatan dari barang tidak bergerak. Distribusi kemampuan diantara manusia memang tidak merata, tetapi dari upah cenderung lebih tidak merata. Banyak faktor yang memepengaruhi ketidak-merataannya ekonomi, terutama adalah adanya perbedaan dan profesi seseorang.

Kemiskinan.

Perkataan kemiskinan sudah tidak asing lagi tetapi jawaban atas pertanyaan apa itu kemiskinan, masih simpang siur. Untuk menjawab apa yang dikatakan dengan miskin tersebut, berbagai ahli mencoba membuat berbagai defenisi, guna memperjelas defenisi tersebut mereka kemudian menetapkan berbagai indikator dari kemiskinan. Pada intinya indikator yang digunakan berhubungan dengan tingkat pendapatan, pengeluaran dan konsumsi.

Selanjutnya untuk menentukan ukuran kemiskinan tersebut dengan tepat, sebagai contoh BPS dan BKKBN saja yang sebagai leading sector yang mengurusi data-data kemiskinan di Indonesia mempunyai konsep yang berbeda. Dari perbedaan tersebut mempunyai dampak terhadap pelaksanaannya dilapangan, seperti dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan (P4 K, IDT, JPS dan OPS) banyak dari bantuan tersebut tidak sampai kepada sasaran.

3. Kerusakan Lingkungan

Sebuah negara yang tinggi tingkat produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, biasa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini, misalnya karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungannya, mengakibatkan lingkungan semakin rusak, sumberdaya alamnya semakin terkuras, sementara kemampuan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih lambat dari kecepatan sumberdaya alam tersebut. Mungkin juga pabrik-pabrik yang menghasilkan berbagai limbah disamping merusak sumberdaya alam, akan berdampak kepada kesehatan penduduk, maupun makhluk hidup yang berada disekitarnya. Padahal sumberdaya alam dan manusia adalah faktor utama yang menghasilkan pertumbuhan yang sangat tinggi terssebut.

Oleh karena itu sering terjadi bahwa pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya kelestariaan yang memadai. Akibatnya pembangunan ini tidak bisa berkelanjutan (sustainable).

Karena itu dalam kriteria pembangunan, faktor kerusakan lingkungan sebagai faktor yang menentukan. Apa gunannya sebuah pembangunan yang saat ini tinggi produktivitasnya, merata pembagian kekayaannya tetapi dalam jangka sepuluh tahun mendatang akan terjadi degradasi sumberdaya alam yang menjadi tumpuan utama pertumbuhan, tetapi faktor lingkungan ini secara relatif belum diterapkan di Indonesia.

Dari berbagai kondisi diatas sudah selayaknyalah faktor kerusakan lingkungan dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan disuatu negara, terutama sekali bagi negara berkembang, seperti negara Indonesia.

4. Keadilan Sosial dan Kesinambungan.

Salah satu keberatan terhadap konsep pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi adalah kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi tanpa didukung oleh perubahan sosial, sehingga pada suatu saat akan terjadi stagflasi. Tanpa adanya dukungan perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi dapat membawa dampak negatif terhadap bidang sosial, seperti pengangguran dan kerawanan sosial.

Indikator dari keberhasilan pembangunan selalu menekankan kepada peningkatan produktivitas, sebetulnya faktor keadilan sosial dan faktor lingkungan saling berkaitan erat. Yang pertama, keadilan sosial, bukanlah faktor yang dimasukan atas dasar pertimbangan moral, yaitu demi keadilan saja. Tetapi faktor ini berkaitan dengan kelestarian pembangunan juga. Bila terjadi kesenjangan yang mencolok antara orang-orang kaya dan miskin, masyarakat yang bersangkutan akan semakin rawan secara politis. Orang-orang miskin akan cenderung menolak status quo yang ada. Mereka akan memperbaiki diri dengan merubah keadaan. Oleh karena itu, bila konfigurasi kekuatan-kekuatan sosial memungkinkan akan terjadi gejolak poliyik yang bisa menghancurkankan pembangunan yang sudah dicapai.

Dengan demikian, seperti juga masalah kerusakan alam yang dapat mengganggu kesinabungan pembangunan, faktor keadilan sosial juga merupakan suatu kerusakan sosial yang bisa mengakibatkan kerusakan dampak yang sama. Kerusakan sosial ini dapat diukur oleh indeks koefisien gini dan tingkat kualitas kehidupan fisik

Indikator Pembangunan Ekonomi Wilayah

Dari berbagai indikator yang digunakan dalam melihat perkembangan pembangunan ekonomi wilayah, terlihat bahwa penekanan kepada sektor pembangunan. Dalam arti kata indikator yang digunakan hanya untuk melihat dari segi pertumbuhan ekonomi saja. Pada hal banyak indikator pembangunan yang lebih khusus di terapkan di daerah.

Identifikasi dan seleksi daerah terkebelakang, merupakan langkah awal perencanaan pembangunan daerah yang bertujuan mengurangi proses polarisasi, indikator yang dipakai harus sesuai dengan tujuan pembangunan yang telah disepakati oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya di DPRD, sebagai ilustrasi, dengan menggunakan indikator pendapatan per kapita dan tingkat pengangguran, dapat diketemukan kelompok daerah terkebelakang, yaitu daerah yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah rata-rata nasional dan tingkat penganggurannya di atas angka nasional.

Dalam kenyataan, lebih banyak lagi indikator yang dipakai, karena yang disepakati oleh masyarakat di negara yang bersangkutan sesuai dengan kondisi yang biasanya di jumpai di negara tersebut, pada umumnya bercirikan multi tujuan.

Studi identifikasi daerah terkebelakang serta indikator yang sesuai, menduduki tempat yang sangat penting dalam proses perencanaan. Namun manfaatnya akan hilang bila tidak ditindaklanjuti . langkah selanjutnya perlu dipusatkan dalam pengamatan tentang faktor penyebab keterbelakngan.

Keterbelakangan suatu daerah dipengaruhi antara lain oleh rendahnya aktivitas ekonominya, misalnya dapat diukur melalui variabel investasi. Daya tarik daerah terkebelakang bagi investor swasta, baik asing maupun domestik, umumnya sangat kecil hal ini disebabkan kondisi daerahnya yang langka sumberdaya (alam dan tenaga kerja) maupun karena kurangnya insentif yang ditawarkan. Insentif dapat bervariasi dari infrastruktur, perangkat keras maupun lunak, sampai kepersoalan yang nampak kecil namun menentukan, seperti persoalan kenyamanan dan keamanan.

Daya tarik daerah dapat dituangkan antara lain melalui keuntungan yang bersumber dari gejala spasial. Mengapa dan bagaimana gejala tersebut timbul, bagaiman mengukurnya dan sejauhmana suatu kebijakn dapat mempengaruhi atau menciptakannya merupakan sedertan pertanyaan penting dan jawabannya sangat bermanfaat bagi perencanaan pembangunan daerah.berdasarkan informasi yang berkaitan dengan berbagai pertanyaan tersebut, dimensi spasial dapat diperhitungkan secara eksplisit dalam perencanaan sebelum kebijakan konkrit yang tepat diusulkan.

Refferensi

Ala, A. B (ed). 1981. Kemiskinan dan Starategi Memerangi Kemiskinan. Liberty, Yogyakarta.
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta.
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
Azis, I. J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indoenesia. LPEUI. Jakarta.
Budiman, A. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia. Jakarta.
Ndraha, T. 1987. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Bina Aksara, Jakarta.
Prayitno, H & Budi, S. 1987. Ekonomi Pembangunan. Ghalia Indonesia.
Raharto, A & Haning, R. 2000. Identifikasi Rumah Tangga Miskin. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, LIPI, Jakarta, 29 Februari – 2 Maret 2000.
Samuelson, P. A & William, D. N. 1992. Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
Susanti, H., M. Ikhsan & Widyanti. 1995. Indikator-indikator Makro Ekonomi. LPEM UI. Jakarta.
Todaro, M, 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Aminuddin dan Mursid, pent, Ghalia Indonesia. Jakarta
Widodo, S. T. 1990. Indikator Ekonomi: Dasarr Perhitungan Perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta

1 komentar:

  1. assalamu'alikum wr wb.

    memang benar bahwa jika pertumbuhan ekonomi hanya dilihat dari pendapatan perkapita akan mengesampingkan sektor-sektor lain,seperti
    "faktor-faktor tersebut berupa faktor non ekonomi yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti pengaruh adat istiadat dalam kehidupan masyarakat, kebebasan berpendapat dan berusaha, keadaan alam dan lingkungan sekitarnya hubungan antar anggota masyarakat dll."

    Tapi menurut saya,dengan adanya penyebaran nilai-nilai modernisasi negara maju,maka kemakmuran atau kekayaan ekonomi menjadi ukuran harga diri suatu bangsa yg universal,jadi tidak ada salahnya jika pertumbuhan ekonomi dilihat dari pendapatan perkapita walaupun masih banyak kontroversi,,

    mohon tanggapanya,,

    terima kasih

    wassalamualaikum wr wb

    BalasHapus