#menuq{ font-family: Verdana; padding:10px;} .menuq a { color:yellow; border:1px #EDEEF0 solid; padding:5px; text-decoration:none;} .menuq a:hover {color:red; border:1px #000000 solid; text-decoration:none;} .menul .widget { border-bottom-width: 0;}
Foto saya
Alumni PS_SPL-IPB (Akt.III), Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Alumni STIE Sumatera Barat

Welfare for All

Blog ini memuat tulisan tentang :
Sosek masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman


Kamis, 21 Juli 2011

Kilas Balik 9 Tahun Kota Pariaman dalam Perspektif Otonomi Daerah

Oleh : H. Syaiful Azman, SE. M.Si
Pemerhati Pembangunan Kota Pariaman

Pendahuluan

Tanpa terasa tanggal 02  Juli 2011 ini Kota Pariaman genap berusia 09 tahun.  Pertanyaannya adalah kemajuan seperti apa yang sudah dicapai Kota  ini? Jawabnya akan terpulang kepada kita semua. Jujur kita akui dengan usia 09 tahun Pemerintah Kota Pariaman belum mampu memenuhi sebagaimana yang dimanatkan dalam UU no 12 tahun 2002 (tentang pembentukan Kota Pariaman).
Sebaliknya kalau kita berpijak kepada Instrumen evaluasi per-kembangan DOB (Daerah Otonom Baru) yang ditetapkan dalam Peraturan Mendagri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Perkembangan Daerah Otonom Baru, yang meliputi 10 aspek penilaian, Kota Pariaman telah mampu melaksanakan 7 aspek penilaian, 1 aspek belum dilaksankan sedangkan 2 aspek lagi sangat ditentukan oleh kesepakatan dari kabupaten induknya.
Walaupun Pemerintah Kota Pariaman mampu melaksanakan aspek yang telah ditetapkan tersebut, namun implementasi otonomi daerah ke depan cukup menantang, karena masih banyak pekerjaan yang mesti dibenahi dan dituntaskan. Memang ini bukan pekerjaan yang mudah, tetapi juga bukan hal yang niscaya, berkaitan dengan kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004.
Dalam tulisan ini penulis mencoba merefleksikan kembali makna implementasi kebijakan pelaksanaan otonomi daerah di Kota Pariaman. Dan selanjutnya akan memberikan gagasan pelaksanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dan pada akhirnya bagaimana otonomi daerah tersebut akan menjadi pintu gerbang untuk pemerataan kesejahteraan rakyat.

Pembahasan

Sebelum melanjutkan pembahasan ini, penulis mencoba mengutip salah poin penting dari pernyataan Bapak Djohermansyah Djohan (Dirjen Otda Kemendagri) pada situs Ditjen Otda dengan judul “Disiapkan Dulu, Baru Mekar”. Pada kesempatan tersebut beliau mengatakan pemekaran telah menimbulkan berbagai persoalan baru, dimana pemekaran bukan menjadikan kehidupan masyarakat menjadi jauh lebih baik, malah beberapa daerah pemekaran justru mengalami kemunduran. Pemekaran yang kebablasan, hanya mengandalkan euforia, dan tanpa persiapan sama dengan mengantarkan masyarakat ke dalam pintu kesengsaraan.“Yang diuntungkan adalah mereka-mereka yang punya kepentingan (politik dan ekonomi). Dan yang sengsara adalah rakyat, karena diabaikan dan tidak kunjung merasakan perubahan,” “Kebijakan pemekaran daerah yang ada saat ini sarat dengan persoalan,”
Alhamdulillah, sembilan tahun pemekaran Kotif Pariaman menjadi Kota Pariaman, telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan di kota ini, baik hal pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Untuk melakukan penilain kinerja pemerintahan Kota Pariaman dalam sembilan tahun terakhir secara transparan dan akuntabilitas penulis menggunakan  instrumen evaluasi perkembangan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Mendagri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Perkembangan Daerah Otonom Baru, yang terdiri dari 10 aspek penilaian, yaitu:
1.      Pembentukan organisasi perangkat daerah;  Perangkat Daerah adalah organisasi atau lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada Daerah Kabupaten/Kota, Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.
Perangkat Daerah dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah. Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Pengendalian organisasi perangkat daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Berkaitan dengan kelembagaan ini, pemerintah Kota Pariaman telah mampu melaksanakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan bahkan pemerintah Kota Pariaman telah mampu melakukan pemekaran kecamatan, sesuai dengan tuntutan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni dari 3 kecamatan menjadi 4 kecamatan. Selanjutnya pemerintah Kota Pariaman perlu melakukan evaluasi efektivitas dan efesiensi kelembagaan ini secara berkala.
2.      Pengisian personil;  Secara umum organisasi perangkat daerah yang telah terbentuk, telah dilakukan pengisian personil, namun diakui jumlah personil tersebut masih kurang dari kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Dalam otonomi daerah, sumberdaya aparatur yang berkualitas ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menjawab permasalahan yang ada pada daerah bersangkutan. Rendahnya  kualitas dan tingkat pendidikan sumberdaya aparatur sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya saing.  Oleh sebab itu, untuk berhasilnya suatu darerah dalam era otonomi ini diperlukan usaha yang berkelanjutan dari pemerintah daerah untuk menciptakan budaya profesionalisme yang handal, minimal dalam penempatan sdm aparatur pada jobnya masing-masing perpedoman kepada indikator PAJAMALAPU (Pangkat, Jabatan, Masa kerja, Pengalaman, LAtihan, Pendidikan dan Usia), bukan PAJAMATU (bukan singkatan, tetapi ciloteh Piaman Sia We E).

 3.      Pengisian keanggotaan DPRD; penilaian ini mungkin untuk kabupaten/kota yang baru dimekarkan, Kota Pariaman telah berhasil dengan sukses melaksanakan 2 kali PEMILU, dalam rangka pengisian keanggotaan DPRD ini,dan Anggota DPRD periode pertama telah mampu melakukan Pemilihan Walikota Pariaman pertama.
 4.    Penyelenggaraan urusan wajib dan pilihan; Pemerintah Kota Pariaman telah mampu melaksanakan kedua urusan ini, Namun mengingat terbatasnya sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh daerah, maka prioritas penyelenggaraan urusan pemerintahan Kota Pariaman lebih difokuskan pada urusan wajib dan urusan pilihan yang benar-benar mengarah pada penciptaan kesejahteraan masyarakat disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kekhasan daerah yang bersangkutan.
 5.   Pembiayaan; berdasarkan potensi dan permasalahan yang terdapat di Kota Pariaman, pembiayaan pembangunan di Kota Pariaman, relatif memadai bila dibandingkan dengan kabupaten/kota  lainnya di Sumatera Barat, realitas ini dapat dilihat gerak langkah pembangunan di Kota Pariaman dalam rentang waktu 9 tahun.
 6.      Pengalihan aset, peralatan dan dokumen; sesuai dengan amanat UU No.12 tahun 2002 tentang pembentukan Kota Pariaman, yakni BAB V Ketentuan Peralihan pada Pasal 13 telah dilaksanakan dengan baik, namun ada beberapa aset yang belum dialihkan dikarenakan aset tersebut masih dibutuhkan, mengingat Kabupaten Padang belum pindah ke Ibukota yang defenitif sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2008

7.      Pelaksanaan penetapan batas wilayah; penentuan batas wilayah Kota Pariaman secara pasti di lapangan belum terlaksana sebagaimana yang diamnatkan dalam UU pendirian Kota Pariaman. Batas wilayah yang ada sekarang masih berdasarkan UU No. 12 tahun 2002, padahal batas wilayah ini selanjutnya harus ditetapkan melalui keputusan Menteri Dalam Negeri.
8.      Penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan; secara umum sarana dan prasarana pemerintahan ini telah memadai, namun terjadinya gempa 30 September 2009, sarana dan prasarana ini hampir 80 % tidak dapat dimanfaatkan, sehingga pelaksanaan pemerintahan dan pelayananan boleh dikatakan terganggu dengan musibah tersebut.
 9.      Penyiapan rencana umum tata ruang wilayah; Pemko Pariaman telah membuat rencana umum tata ruang, namun adanya perubahan regulasi tentang tata ruang wilayah ini, yakni dengan keluarnya UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang pada substansinya adalah penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan, mengingat  secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana. Sehingga Perda tentang RUTR perlu disesuaikan dengan UU No.26 Tahun 2007 tersebut, dimana sekarang sedang dilakukan pembahan di DPRD Kota Pariaman.
 10.  Pemindahan ibukota bagi daerah yang ibukotanya dipindahkan; dalam hal pemindahan ibukota, Kota Pariaman tidak termasuk kepada penilaian ini, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2008, justru Ibukota Kabupaten Padang Pariaman yang harus pindah.
Berdasarkan 10 aspek penilaian diatas Pemerintah Kota Pariaman telah mampu melaksanakan 7 aspek penilaian, 1 aspek belum dilaksankan sedangkan 2 aspek lagi sangat ditentukan oleh kesepakatan dari kabupaten induknya. Artinya dalam kurun waktu yang relatif singkat (sembilan) keberadaan Kota Pariaman telah mampu sejajar denga 18 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat.
Apa yang penulis kemukan tadi merupakan dalam koridor/aspek penilaian oleh Kementeraian Dalam Negeri. Sesungguhnya hakiki dari pembentukan Kota Otonom Pariaman, adalah bagaimana pemerintah dan masyarakatnya mampu bekerjasama melaksanakan berbagai pembangunan di berbagai sektor, serta mampu menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri, sesuai dengan semangat otonomi daerah.
Kesimpulan.
Untuk menjadikan Kota Pariaman menjadi suatu daerah yang senantiasa dapat berkembang secara berkelanjutan dan membawa kebaikan bagi semua pelaku pembangunan tentu akan dihadapkan kepada berbagai permasalahan,
Untuk itu konsep pembangunan Kota Pariaman ke depan adalah pembangunan yang bertumpu pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, yaitu : (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dan (3) memberdayakan dalam arti melindungi.
Dengan pendekatan dasar ini, diharapkan semua potensi dapat tergerakkan dan hasil-hasil pembangunan akan langsung menjawab kebutuhan nyata masyarakat serta mempercepat pertumbuhan ekonomi. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar