#menuq{ font-family: Verdana; padding:10px;} .menuq a { color:yellow; border:1px #EDEEF0 solid; padding:5px; text-decoration:none;} .menuq a:hover {color:red; border:1px #000000 solid; text-decoration:none;} .menul .widget { border-bottom-width: 0;}
Foto saya
Alumni PS_SPL-IPB (Akt.III), Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Alumni STIE Sumatera Barat

Welfare for All

Blog ini memuat tulisan tentang :
Sosek masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman


Sabtu, 14 April 2012

NASIB NELAYAN DITENGAH GELOMBANG HARGA BBM (Kasus Nelayan Padang Pariaman)

Oleh : Syaiful Azman
Selama pemerintahan Presiden SBY, telah terjadi kenaikan harga BBM sebanyak 3 (tiga) kali, dan hampir saja tanggal 1 April 2012 yang lalu terjadi kenaikan yang ke 4 (empat) kalinya. Walaupun tidak terjadi kenaikan harga, namun rasanya masih ada yang mengganjal, karena ada Penambahan pada pasal 7 ayat ayat 6 a,  UU APBN-P 2012,  pasal tersebut menyebutkan harga BBM bersubsidi bisa disesuaikan jika ada selisih rata-rata 15 persen dari harga patokan minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$105 per barel dalam waktu enam bulan. Artinya, kenaikan harga BBM ditunda
Apapun alasannya penundaan ini, yang jelas realitas dilapangan telah terjadi  efek spiral, yakni mendorong kenaikan harga  barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor dalam perekonomian ( cost-push inflation). Sampai saat ini harga yang telah terlanjur naik, belum juga turun seiring dengan penundaan tersebut, kondisi ini berdampak kepada menurunnya daya beli konsumen, yang pada Pada akhirnya akan menurunkan tingkat disposable income masyarakat.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba mendiskripsikan seandainya terjadi kenaikan harga BBM, dengan patokan harga premium Rp . 6000 perliter dan dampak kepada nelayan tradisional Kabupaten Padang Pariaman yang jumlahnya hampir 100%, dimana mereka adalah pengguna BBM jenis premium.
Di Kabupaten Padang Pariaman saat ini, terdapat Armada penangkapan sebanyak  1.130 perahu dan 7 kapal (perahu). Mesin yang digunakan untuk perahu tersebut  terdiri dari berbagai kapasitas mesin, yakni  5 PK (Long Tail), 9 PK, 15 PK dan 25 PK. Berdasarkan kepada jenis mesin yang digunakan, untuk operasional  penangkapan perhari, nelayan Padang Pariaman membutuhkan BBM  hampir mencapai 20 ton per hari, dengan rata-rata kebutuhan satu armada tangkap sebesar 18 liter. 
Artinya apabila BBM tersebut dibeli dengan harga normal sekarang (Rp. 4.500), maka  biaya yang dikeluarkan nelayan untuk keperluan pembelian BBM adalah sebesar Rp. 90 juta. Apabila  terjadi kenaikan harga BBM dengan selisih Rp. 1.500 perliter, maka akan ada tambahan pengeluaran yang ditanggung oleh nelayan sebesar 30 juta perharinya. 
Untuk membeli Premium di SPBU dengan sistem dirijen, maka nelayan akan harus mengeluarkan biaya tambahan, seperti uang asam (uang tips), serta biaya tambahan lainnya berupa BBM untuk sepeda motor/ongkos ojek. Disamping itu nelayan harus mengantri cukup lama dan memerlukan perjuangan,
Untuk membeli pada agen/pengecer resikonya tentu lebih mahal,  artinya  semakin banyak agennya maka semakin panjanglah rantai pasarnya dan semakin tinggilah harga BBM sampai ke tangan nelayan. Harga tersebut ‘terpaksa” dibeli, untuk bisa melanjutkan hidup dengan melaut, meskipun dengan kondisi pas-pasan. biasanya harga perliter sampai dilokasi mengalami kenaikan sebesar Rp. 500 s/d Rp. 1000 perliternya.
Selanjutnya apabila terjadi kenaikan harga BBM,  nelayan hanya mempunyai 2 (dua) pilihan; 
Pertama berhenti melaut, karena hasil tangkapan yang diperoleh tetap, sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk melaut meningkat. selanjutnya beralih profesi. 
Kedua, tetap melaut, karena tidak ada mata pencaharian alternatif, sedangkan mereka butuh hidup. Nelayan akan melaut tetapi hanya sekitar perairan pantai untuk menghemat biaya.
Kedua opsi nelayan diatas, bukan hanya berdampak kesejahteraan nelayan, tetapi juga terhadap keberadaan sumberdaya pesisir dan laut, dimana laut akan menjadi sepi dari aktivitas nelayan, maka  Pencurian ikan akan semakin merajalela, karena armada kapal motor besar akan mengalihkan wilayah penangkapannya ke wilayah pesisir demi menghemat BBM. Padahal disisi lain, perairan pesisir sudah mengalami tangkap lebih (over exploitation).  Akibatnya, mengancam sumber kehidupan nelayan tradisional. 
Kondisi  tersebut berpotensi menimbulkan konflik, karena penyerobotan wilayah perikanan tradisional. Kasus semacam ini sebelumnya sudah terjadi di perairan pantai padang pariaman, antara nelayan Nagari Ketaping dengan Nelayan Kelurahan Padang Sarai, Kota Padang (Pukat Osoh), berikut antara Nelayan Kota Pariaman (Bagan) dengan Nelayan Nagari Pilubang (Pukat Payang). 
Menyikapi permasalahan nelayan ini, pemerintah Padang Pariaman, telah melaksanakan pengawasan/ patroli laut,  namun intensitasnya sangat kurang sekali, dengan alasan klasik, yakni kurangnya biaya operasional untuk pengawasan. Artinya dengan kenaikan harga BBM sudah dapat dipastikan intensitas untuk pengawasan ini semakin berkurang
Menyikapi permasalahan nelayan ini dalam hal mahalnya harga BBM, maka pada akhir tulisan ini, Penulis ingin menawarkan berbagai solusi, sbb:
Pertama, untuk menekan biaya tambahan yang harus dikeluarkan nelayan, serta untuk efesiensi waktu, maka pada sentra-sentra pendaratan perahu nelayan, Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman membangun depot-depot pembelian premium untuk nelayan, dengan harga jual sesuai dengan harga di SPBU. Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, tidak perlu khawatir, karena Ongkos angkut mobil tangki dari Transit Terminal/Instalasi/Depot Pertamina sampai ke lokasi Nelayan akan ditanggung oleh Pertamina (sudah ada ketentuan).
Kedua, untuk efisiensi pemakain premium dalam operasional penangkapan serta untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan, maka Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman melalui Dinas Kelautan dan Perikanan harus memperbanyak program rumpon (Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut). Melalui rumpon, akan memudahkan nelayan menemukan tempat untuk mengoperasikan alat tangkapnya nelayan tidak perlu lagi berburu karena sudah memiliki fishing ground (areal penangkapan), sehingga menghemat BBM. Disamping itu rumpon bermanfaat Meningkatkan produksi dan produktifitas nelayan dan Mencegah terjadinya destruktif fishing, akibat penggunaan bahan peledak dan bahan kimia/beracun.
Mengingat rentang waktu yang diberikan dalam pasal 7 ayat ayat 6 a,  UU APBN-P 2012, seandainya terjadi kenaikan harga BBM, solusi yang penulis tawarkan ini cukup waktu untuk dilaksanaka bagi pengambil kebijakan di Kabupaten Padang Pariaman. Insya Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar