#menuq{ font-family: Verdana; padding:10px;} .menuq a { color:yellow; border:1px #EDEEF0 solid; padding:5px; text-decoration:none;} .menuq a:hover {color:red; border:1px #000000 solid; text-decoration:none;} .menul .widget { border-bottom-width: 0;}
Foto saya
Alumni PS_SPL-IPB (Akt.III), Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Alumni STIE Sumatera Barat

Welfare for All

Blog ini memuat tulisan tentang :
Sosek masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman


Rabu, 23 September 2009

Reorientasi Kebijakan Pembangunan Kota Pariaman

Oleh : H. Syaiful Azman, SE, M.Si

Kota Otonom Pariaman yang terbentuk berdasarkan UU No. 12 Tahun 2002, telah dipimpin tiga orang Walikota melalui dua kali proses pemiilihan kepala daerah. Walikota Pertama adalah berdasarkan pilihan DPRD, dimana yang terpilih adalah duet kepemimpinan H. Nasri Nasar, SH dan Ir.H.Mahyuddin. Pasangan ini hanya berlangsung sekitar 30 bulan, karena Allah berkehendak lain dimana H. Nasri Nasar, SH meninggal dunia, maka secara otomatis Ir.H.Mahyuddin langsung menjadi Walikota Pariaman yang kedua.

Waktu yang hanya tinggal separoh ini dimanfaatkan semaksimalnya oleh Walikota kedua ini untuk melanjutkan pelaksanaan pemerintahan. Diakui sebagai kota baru prioritas pembangunan lebih terfokus kepada pembangunan infrastruktur, terutama sekali pembangunan fasilitas umum, sehingga tujuan utama peningkatan kesejahteraaan masyarakat belum signifikan perkembangannya bila dibandingkan pembangunan fisik.
Selanjutnya pada tanggal 28 Juli 2008 dilaksanakan Pilkada Langsung, dimana Ir.H.Mahyuddin sebagai incumbent yang berpasangan dengan Drs. Firdaus Amin secara mengejutkan dikalahkan oleh Pasangan Drs. H. Mukhlis. R dan Helmi Darlis, SH, SPn dengan selisih suara yang sangat tipis (sekitar 300 suara) dan Ir.H.Mahyuddin dan Drs. Firdaus harus legowo menerima kekalahan tersebut.

Saat ini duet kepemimpinan Drs. H. Mukhlis. R dan Helmi Darlis, SH, SPn telah berjalan hampir satu tahun, dan telah mengukir berbagai prestasi di tingkat nasional, sebut saja penghargaan Opini WTP dari Menteri Keuangan dan Pembina terbaik UKM berupa penghargaan dari Menteri Perdagangan, serta berbagai penghargaan lainnya.

Kalau disigi keberhasilan sekarang secara saksama, maka belum sebanding penghargaan yang diterima dengan realitas dilapangan. Sebagai contoh penghargaan WTP yang baru saja diterima pada bulan yang lalu merupakan masih merupakan andil kepemimpinan walikota sebelumnya, karena penilaian WTP tersebut berdasarkan kinerja anggaran pemerintahan tahun 2008 (karena walikota hasil pilkada baru dilantik pada akhir tahun 2008). Pada tahun yang sama (awal tahun 2008) berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI Pemko Pariaman merupakan yang terbaik laporan keuangannya di Propinsi Sumatera Barat.

Seharusnya dalam pelaksanaan pemerintahannya, Walikota sekarang harus membuka dan mempelajari kembali UU No. 12 tahun 2002 tentang pembentukan Kota Pariaman dan mereview visi dan misi yang mereka sampaikan pada masa kampanye. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Selanjutnya diharapkan akan melahirkan berbagai terobosan-terobosan yang spektakuler dan memberikan suatu arah kebijakan pembangunan yang jelas.

Dalam kenyataannya, dalam berbagai pertemuan dan di media masa Walikota lebih banyak beretorika dan berwacana, sehingga Pemko Pariaman belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah, sehingga multipler effect yang diharapkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit untuk diwujudkan.

Dari fenomena tersebut, sebagai argumentasi dapat disampaikan adalah : sampai saat ini musrenbang yang dilaksanakan mulai dari musrenbang desa sampai kepada musrenbang Kota Pariaman baru hanya sebatas untuk melegitimasi bahwa perencanaan telah melibatkan masyarakat, dalam pelaksaannya perencanan berdasarkan keinginan dari masing-masing SKPD.

Selanjutnya kalau dicermati visi misi yang disampaikan Walikota dan Wakil Walikota dalam proses pencalonan yang lalu dengan arah kebijakan yang dilaksanakan Pemerintah Kota sekarang, nampak jelas berada di persimpangan jalan. Disatu sisi ingin membuktikan bahwa Pemko konsisten dengan visi dan misi yang telah disosialisasikan untuk membawa perubahan pembangunan Kota Pariaman kearah yang lebih baik. Tetapi, disisi lain Walikota dan Wakil Walikota mengalami kebingungan tentang kebijakan apa yang harus dibuat agar potensi yang dimiliki benar-benar terealisasikan untuk menopang ekonomi daerah, sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan.

Orientasi Baru.

Dari uraian di atas, maka jalan lain yang harus ditempuh Pemko Pariaman selain menciptakan kebijakan yang menjadi anti tesis dari kegagalan pembangunan yang diberlakukan selama masih berstatus Kota Administratif, yakni termarjinalkannya oleh rezim masa lalu.

Model arah kebijakan yang dimaksud seyogyanya berjalan secara simultan dan sinergis dengan otonomi daerah. kebijakan yang dikembangkan harus lebih mempertimbangkan komitmen yang telah dibangun dalam visi dan misi yang telah disampaikan sebelumnya, serta bagaimana menuangkan kadalam suatu dokumen perencanaan (RPJMD dan RPJPD), selanjutnya dijabarkan kedalam KUA dan PPAS sehinga akan dapat diaplikasikan melalui program- program pembangunan setiap tahunnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kebijakan pembangunan yang dikembangkan harus lebih mempertimbangkan kekuatan sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia serta karakteristik lokal.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka kebijakan pembangunan akan dapat diimplementasikan secara efesien, efektif yang pada gilirannya menjadi terobosan dan orientasi baru dalam menggerakan kegiatan ekonomi pada berbagai sektor pembangunan. Dalam hal ini yang diusulkan bagaimana Pemko Pariaman dapat menciptakan arah kebijakan pembangunan yang menunjang perekonomian daerah, yang bercirikan, pertama ; aspiratif, partisipatif dan transparan, yang menjadi ujung tombak untuk terlaksannya pemerintahan yang bersih (good governance).

Kedua, kebijakan yang dilahirkan tidak bersifat homogen dan massal karena lebih banyak kegagalannya dibandingkan keberhasilannya. Apalagi dalam pelaksanaannya melibatkan kelompok masyarakat seperti konsultan atau LSM plat merah. Dan yang lebih parah lagi adalah elite birokrasi yang punya legitimasi ikut terlibat dalam tataran implementasi program. Akibatnya, konspirasi kelompok ini akhirnya menciptakan suatu sistem perburuan rente (rent seeking) melalui berbagai kegiatan atau proyek;

Ketiga, kebijakan yang dikembangkan tidak dimuati kepentingan politik yang mengarah pada popularitas dan kelanggengan kekuasaan pejabat publik, serta kepentingan kelompok (dayang-dayang).

Keempat, kebijakan yang dibuat lebih mengakomodasi dan mengartikulasikan nilai keutamaan lokal (virtue) dimasyarakat, serta berdasarkan potensi yang dimiliki, sedangkan kebijakan yang pemerintah pusat hanya bersifat umum (guideline).

Dengan ciri yang demikian tersebut diharapkan Walikota mampu menciptakan blue print kebijakan pembangunan Kota Pariaman yang tepat dan relistik. Jika model kebijakan semacam ini gagal dilaksanakan, maka “omong kosong” pembangunan Kota Pariaman mampu berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar