#menuq{ font-family: Verdana; padding:10px;} .menuq a { color:yellow; border:1px #EDEEF0 solid; padding:5px; text-decoration:none;} .menuq a:hover {color:red; border:1px #000000 solid; text-decoration:none;} .menul .widget { border-bottom-width: 0;}
Foto saya
Alumni PS_SPL-IPB (Akt.III), Sekretaris HNSI Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Alumni STIE Sumatera Barat

Welfare for All

Blog ini memuat tulisan tentang :
Sosek masyarakat pesisir, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, lingkungan hidup, mitigasi bencana, dan pemantauan pelaksanaan pembangunan di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman


Rabu, 06 September 2017

MEWUJUDKAN DESTINASI WISATA BERBASIS MITIGASI

Oleh : SYAIFUL AZMAN, SE, M.Si
Wakil Ketua DPD HNSI Sumatera Barat dan Ketua DPD LPM Kota Pariaman
Terjadinya bencana gempa bumi di Sumatera Barat, khususnya Kota Pariaman pada malam 1 September 2017 sekitar jam 00.05 WIB dimana dapat disaksikan warga terihat cukup panik, sehingga kelihatan kendaraan roda 2 dan roda 4 bersileweran dijalan raya, dan bahkan kendaraan tersebut hampir saling bertabrakan.

Sebagaimana manusia biasa, kecemasan tersebut merupakan suatu hal yang lumrah, karena dalam ingatan mereka masih terlintas peristiwa Bencana Gempa dan Tsunami Aceh pada tahun 2004 serta bencana Gempa Sumatera Barat 2009 yang begitu banyak menelan korban jiwa
Saking traumanya masyarakat, kadangkala kekhawatiran yang timbul dalam diri mereka ini sudah tidak masuk akal. Lihat saja apapun fenomena alam selalu dikaitkan dengan tsunami, dan bahkan SMS berantai seakan-akan menjadi teror yang tiada hentinya.
Sebagai daerah yang terletak dikawasan pesisir, kondisi seperti inilah yang secara Arief harus disikapi oleh pemerintah daerah, yakni melakukan upaya meningkatkan katahanan masyarakat menghadapi bencana-bencana yang akan terjadi, melalui peningkatan pemahaman dan ketahanan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir terkait bencana dan berbagai dampaknya.
Dalam tulisan singkat ini penulis mencoba berbagi ilmu/pengalaman yang selama ini diperoleh, baik ketika mengikuti Program Pasca Sarjana di IPB (Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut) maupun berbagai TOT, Seminar dan Lokakarya yang berkaitan dengan Bencana Pesisir. Dengan harapan bagaimana masyarakat pesisir mempunyai pengetahuan tentang jenis-jenis bencana dan resiko yang mungkin terjadi. Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dapat meminimalkan kerugian materiil dan korban jiwa, sehingga bagaimana bisa diciptakan suasana hidup nyaman di daerah rawan bencana
Bencana pesisir adalah Kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik atau hayati pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, serta kerusakan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Wilayah pesisir merupakan etalase bencana, bencana diwilayah pesisir cukup kompleks, seperti ; gempa, tsunami, badai, gelombang pasang, banjir rob, abrasi pantai Demikian juga tumpahan Limbah minyak dari kapal, materi beracun, serta dari pipa-pipa yang bocor. Bencana ini bukan saja berdampak kepada perubahan struktur dan ukuran pantai, tetapi juga dapat merubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat
Sebenarnya, cara yang paling mudah menghindari bencana di wilayah pesisir adalah tidak tinggal di sekitar pantai. Namun, banyak sekali alasan yang kuat mengapa masyarakat merasa perlu dan memilih tinggal di kawasan tersebut meskipun rentan terhadap bencana.
Oleh sebab itu, mitigasi kawasan pesisir sudah menjadi kebutuhan yang harus dititikberatkan pada saat ini daripada respons pascabencana. Mitigasi itu sendiri adalah proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalisasi dampak negatif bencana yang akan terjadi. Mitigasi juga merupakan investasi jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat
Selama ini kelemahan dalam hal mitigasi bencana di wilayah pesisir yang sering kita lihat adalah, belum adanya reorientasi Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014, terhadap berbagai aktivitas diwilayah pesisir, justru yang terjadi sebaliknya semakin tidak terkendalinya pembangunan di wilayah pesisir.
Merujuk kepada Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai, dimana secara tegas dalam pasal dalam Bab I Ketentuan Umum pada pasal (1) dijelaskan bahwa Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Penetapan batas sempadan pantai dilakukan dengan tujuan, sebagaimana dalam pasal (4) huruf b, dimana adalah untuk melindungi dan menjaga kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman bencana alam, seperti yang disebutkan sebelumnya. Walaupun demikian Perpres ini juga memberikan ruang terhadap kebutuhan ekonomi dan budaya, namun juga harus mengikuti ketentuan:
1. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
2. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
3. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya;
Selain berkaitan dengan regulasi diatas permasalahan lainnya adalah tata letak kawasan yang direncanakan belum memperhatikan aspek teknik pantai atau coastal engineering-nya misalnya pembangunan Jetty, Groin, Sea Wall dsb, belum dilakukan dengan kajian, termasuk kajian Amdalnya.
Demikan halnya pada wilayah pesisir yang dijadikan destinasi wisata , masih terlihat lemah dalam hal mitigasi di lokasi objek wisata, seperti :
1. Belum adanya shelter yang representatif tempat berkumpulnya pengunjung ketika terjadinya bencana, karena pengunjung objek wisata belum paham dengan stuasi daerah yang dikunjunginya.
2. Tata letak sarana dan prasarana yang belum memperhatikan aspek dalam mempermudah melakukan evakuasi.
3. Rambu-rambu peringatan yang dipasang banyak yang belum tepat sehingga menyulitkan pengunjung menyelamatkan diri ketika terjadi bencana
Kondisi ini harusnya menjadi perhatian, untuk itu Mitigasi bencana untuk kawasan pesisir memang sudah merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda, karena Kesiapan individu dalam evakuasi sangat membantu menghindari kekacauan di saat bencana datang.
Penataan kawasan pesisir dengan memperhatikan segi keindahannya penting, tetapi aspek mitigasi bencana jauh lebih penting, sebab Kerugian ekonomi dan korban jiwa dalam setiap terjadinya bencana akan lebih besar apabila strategi pembangunan dan perencanaan tata ruang tidak memperhatikan risiko bencana
Untuk itu sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2016
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 wajib menetapkan batas sempadan pantai paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden diundangkan.
Mengingat urgensinya masalah bencana di wilayah pesisir ini, sudah seharusnya Pemerintah Daerah untuk memprioritaskan Penyusunan Peraturan Daerah tentang Sempadan Pantai ini secepatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar